SAHABATKU
Ini adalah kisah nyata dalam hidup saya. Nama saya Nur Ulfah Dwiyanti,
Alhamdulillah sekarang saya duduk di kelas XII IPA 1 SMA Neg. 1 Pamboang. Kisah
ini saya alami dimulai dari saya duduk di bangku kelas IX SMP.
Pada saat itu, saya dipercayakan oleh Kecamatan Pamboang untuk menjadi
salah seorang Kafilah MTQ Pamboang pada cabang Syarhil Qur’an. Dalam perlombaan
MTQ Kab. Majene Tahun 2008 tersebut terdapat bermacam-macam cabang, seperti
Fahmil Qur’an, Hafiz Qur’an, Syarhil Qur’an, Tahmid Qur’an, Tahfiz Qur’an dan
masih banyak cabang-cabang lain di dalamnya. Dalam cabang Syarhil Qur’an itu
saya mendapat amanah sebagai Saritilawah.
Namun, pada lomba tersebut kami megalami kegagalan. Hatiku sungguh
kecewa saat itu. Beberapa hari kemudian, saya menerima surat panggilan TC
(Treaning Center) di rumah jabatan SEKDA dalam rangka pemilihan kembali peserta
MTQ untuk tingkat Provensi SUL-BAR. Dengan penuh semangat saya mengikuti TC
tersebut. Selama 1 minggu kami dilatih dan disaring satu persatu dan
Alhamdulillah saya yang terpilih untuk menjadi kafilah Kabupaten Majene dalam
MTQ SULBAR di Wonomulyo.
Akhirnya dengan penuh semangat dan berharap bisa lolos lagi ke Tingkat
Nasional saya berangkat ke Wonomulyo bersama dengan rekan-rekan kafilah yang
lain dan di damping oleh Bapak Bupati Majene. Di Wonomulyo kami tinggal di
pondokan yang telah disediakan oleh Panitia. Sesampainya di Wonomulyo, tiba-tiba
seseorang yang tinggi, putih dan cukup ganteng menebarkan senyum yang manis pada
kami. Ternyata dia juga salah seorang kafilah Majene namun kami baru bertemu
karena dia tidak mengikuti TC dan dia langsung Lolos sebagai Kafilah Majene.
”hmmm… hebat juga nieh orang !!”, ujarku dalam hati.
Setelah kami semua mulai akrab, akhirnya saya kenalan dengan orang itu.
Namanya Ilham, saat itu dia duduk di kelas X Aliyah Pambusuang. Dia orangnya
sangat cerdas, dia sudah hafal 10 Juz AL-Qur’an, mampu menulis Tulisan Arab dan
mampu membaca Qur’an dengan alunan yang merdu.
Di waktu luang saat kami selesai latihan, saya bersama teman kafilah
yang lain yaitu, Ilham, Aziz dan Zaenab cuci mata di Pasar Sentral Wonomulyo.
Saat berkeliling bersama kami saling bercanda dan tertawa bersama layaknya
saudara. Saat itu Ilham membeli sebuah celana dari kain yang gombrang, maka
dari itu saya bisa membuat kesimpulan bahwa Ilham tidak suka memakai pakaian yang
ketat, satu buah celana Levis pun tidak ia miliki karena dia tidak suka
memakainya, apalagi celana sekarang yang model “BOTOL” mana mungkin Ilham suka.
Sungguh
langka kita jumpai seorang pemuda yang seperti itu, memang penampilannya sangat
sederhana. Dia pun rajin sholat, tidak kikir dan rajin mengaji. Beruntungnya
saya menjumpai seorang sahabat yang sebaik Ilham. Bukan cuma di Pasar tapi
hampir setiap waktu kami berkumpul bersama dan tertawa bersama di mobil, di
arena lomba, saat makan, di rumah maupun saat kami latihan
Kurang lebih satu minggu kami menghabiskan waktu di Wonomulyo bersama
Ilham dan rekan-rekan kafilah yang lain dan Alhamdulillah saya mendapatkan
Juara III Lomba Syarhil Qur’an seProvinsi SulBar saat itu. Kami pun kembali ke
daerah masing-masing namun tidak lupa kami saling memberi nomor telefon agar
bisa terus saling berkomunikasi dan bersilaturahmi.
Tidak terasa satu tahun MTQ II SULBAR 2008 telah berlalu namun
persaudaraan kami masih sangat kental. Kami saling mengunjungi dan saling
berkomunikasi. Bulan Ramadhan pun tiba, persahabatan kami semakin erat. Bulan
Ramadhan 1430 H, Ilham mendapatkan berkah dan amanah. Dia mendapat panggilan dari
Pemerintah Kab. Luwu untuk menjadi Imam Masjid selama bulan Ramadhan di salah
satu Masjid besar di Luwu. Kabar yang bahagia itu langsung di sampaikan Ilham
pada saya sebagai sahabatnya. Saya pun turut bersyukur dan mendukung Ilham
karena hal tersebut merupakan hal yang jarang terjadi pada seorang anak muda
yang kurang lebih berumur sekitar 14 tahun saat itu. Tiap waktu buka dan sahur
Ilham selalu mengirim SMS pada saya, dia juga selalu memberikan wejangan dan
petunujk yang baik untuk saya. Selain itu, dia juga sering nelfon dan
menceritakan keadaannya di Luwu.
Pada
saat perayaan Hari Idul Fitri 1430 H, Ilham menjadi Imam sholat Idul Fitri di Lapangan
terbesar di Luwu. Itu sungguh prestasi yang gemilang, Ilham memang anak yang
langka dan sangat beruntung memiliki kemampuan untuk itu. Tiga hari setelah
Lebaran, Ilham datang berkunjung ke rumah saya bersama kakaknya. Saya sangat
senang atas kedatangan mereka, namun siapa yang menyangka bahwa ternyata
kedatangannya itu merupakan kunjungan pertama dan terakhir Ilham di rumah saya.
Setelah hari itu kami menjadi akrab seperti keluarga sendiri karena
Ilham dan keluarga saya juga sudah akrab. Hubungan antar keluarga kami pun kian
membaik dan semakin hangat. Kurang lebih satu bulan setelah kepulangan Ilham
dari Luwu, Ilham jatuh sakit. Awalnya hanya sakit kepala dan perut, namun lama
kelamaan penyakit itu bertambah parah.
Ilham yang dahulunya kurus terlihat menjadi gemuk. Pipi, perut dan
betisnya membengkak sehingga sulit mengenalinya lagi. Kadang Ilham sesak nafas
dan sulit untuk BAB, ternyata semua itu akibat penyakitnya yang tidak jelas.
Keluarga Ilham pun sudah mengunjungi beberpa dokter di Polewali namun hasil
diagnosa para dokter tersebut berbeda-beda sehingga membuat pihak keluarga
Ilham pusing. Selain pengobatan medis, Ilham juga menjalani pengobatan
tradisional demi kesembuhannya. Sungguh sedihnya perasaan kami sekeluarga
melihat Ilham seperti itu, kami tidak bisa membantu banyak selain hanya terus
berdo’a demi kesembuhan Ilham.
Kurang lebih 10 bulan Ilham menjalani penyakit itu. Dan Alhamdulillah Ilham
berangsur-angsur membaik walaupun bentuk fisiknya belum kembali seperti semula.
MTQ III SULBAR tahun 2010 pun tiba, Ilham tetap ikut dalam perlombaan tersebut
walau dalam keadaan yang belum pulih. Berkali-kali saya dan keluarga mengingatkan
agar Ilham tidak usah ikut dan beristirahat saja di rumah, namun Ilham sudah
dibesarkan dalam suasana MTQ jadi tidak mungkin dia mau melewati suasana MTQ
yang hanya satu kali dalam dua tahun dilaksanakan itu. Saya pun ikut dalam MTQ
tersebut, sama dengan dua tahun yang lalu saya tetap mewakili Kafilah Majene
dan tetap pada cabang yang sama yaitu Syarhil Qur’an. Alhamdulillah saya meraih
peningkatan dari dua tahun yang lalu yaitu juara II walaupun belum bisa lolos
ke tingkat Nasional.
Setelah MTQ tingkat SULBAR itu, saya agak jarang berkomunikasi dengan
Ilham lagi karena banyaknya kegiatan sekolah. Setelah kegiatan sekolah agak
merenggang, saya dipercayakan oleh salah seorang tetangga saya untuk megelolah
bisnis dengan membelikan saya Kartu Chips untuk menjual pulsa dengan dasar
Kepercayaan. Saya tentu senang dan menerima tawaran tersebut, saya berharap supaya
keuntungannya dapat saya manfaatkan untuk melengkapi peralatan sekolah. Saya
pun ganti kartu, saking sibuknya dengan bisnis tersebut, saya menjadi lupa
terhadap sahabatku itu.
Sampai suatu malam tanggal 5 Agustus 2010, saya di kejutkan dengan
masuknya telefon dari Hp Ibu saya. Ternyata yang menelfon adalah kakaknya
Ilham, dia mengabarkan bahwa sudah 1 minggu Ilham di panggil oleh sang khalik.
Saya terdiam dan terpaku, seakan tidak percaya dengan suara dari Hp itu.
Sejenak suasana terasa hening, kutarik dan kuhembuskan nafas yang panjang.
“Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun” Ilham telah tiada, sahabat yang selama ini
kukagumi telah menghadap ilahi. Tanpa kusadari air mata saya jatuh dan tangis
pun tidak bisa kubendung. “Mengapa saya baru tahu hal itu sekarang ??? setelah
satu minggu kepergiannya ???“
Memang saya yang salah, saya tidak memberikan nomor Kartu Chips saya
pada keluarga Ilham. Walaupun keluarga Ilham tahu nomor Hp Ibu saya namun info
tersebut tetap tidak bisa langsung sampai pada saya karena kurang lebih satu
minggu Ibu menjalani Ujian Kepangkatan di Makassar dan Hpnya tidak bisa
diaktifkan. Dan malam itu, Ibu baru saja mengaktifkan Hpnya dan kabar itu pun
sampai.
Tiap malam saya menangis, terbayang kenangan kami bersama. Senyumnya
yang manis selalu hadir di fikiranku. Tidak kusangaka, anak baik, soleh dan
cerdas seperti Ilham sangat cepat di panggil Allah. Ilham meninggal karena
penyakitnya yang kambu lagi setelah dia mengikuti MTQ III SULBAR beberapa bulan
yang lalu. Padahal sungguh banyak cita-cita dan harapan yang ingin Ilham wujudkan.
Ilham pernah mengatakan bahwa jika sudah Lulus Aliyah dia akan kuliah dengan
tidak ingin menggunakan biaya sedikit pun dari Orang Tuanya, dia ingin kuliah
dari hasil keringatnya sendiri, sungguh impian yang mulia namun semua itu hanya
kenangan. Saya bersama keluarga datang mengunjungi makam Ilham di Pambusuang.
Melihat Ibunya sedih dan menangis, saya pun ikut menangis tersedu-sedu di
samping beliau. Ibunya mengatakan bahwa Ilham anak yang baik, tidak pernah
menyusahkan orang tua, rajin sholat, suka memberi, selalu tersenyum dan cerdas.
Yang membuat saya semakin sedih, ternyata hari Senin Ilham berencana untuk
mengambil Ijazah Aliyah yang diperjuangkannya selama tiga tahun namun hari Jumat
subuh sebelum hari Senin itu dia telah tiada. Dia lulus dengan peringkat yang
terbaik dan tertinggi di Sekolahnya, sungguh Ilham anak yang cerdas.
Ilham kini telah tiada namun kenyataan ini masih membuat saya bingung,
kadang rasanya saya ingin menelfon Ilham dan cerita-cerita bersamanya seperti
dulu. Namun kutersadar bahwa hanya nomor dan namanya saja yang dapat kulihat di
Hp tanpa bisa berbicara lagi dengannya. Kenangan bersama sahabatku Ilham takkan
pernah bisa terhapus dalam ingatanku. Selamat jalan Ilham, semoga kamu
mendapatkan tempat yang terbaik di Sana dan kuharap persahabatan kita masih
berlanjut hingga di Alam Baqa’ kelak.
Cerpen Sahabat
(Nur Ulfah
Dwiyanti, 16 Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar